KABARKKALIMANTAN1, Jakarta – Penggunaan gas air mata telah memakan korban jiwa di seluruh dunia. Tapi polisi tetap memakai dalam Tragedi Kanjuruhan. Kapolri pun siap mengusut hal tersebut.
Jenderal Listyo Sigit Prabowo memastikan bakal mengaudit soal penggunaan gas air mata yang menewaskan 127-153 korban jiwa di Malang, Sabtu (1/10/2022).
Jumlah korban simpang siur, bahkan dari instrument pemerintah pun berbeda-beda. Tapi tema besarnya,, kenapa gas mengerikan itu tetap diterapkan dalam pengamanan rakyat biasa, bukan teroris atau sejenisnya?
“Tentunya tim akan mendalami, mengaudit, terkait SOP dan tahapan-tahapan yang dilakukan oleh satgas ataupun tim pengamanan yang melaksanakan tugas pada saat pertandingan,” kata Listyo di lokasi, Minggu (2/10).
Listyo mendapat informasi, aparat kepolisian juga melakukan upaya penyelamatan terhadap pemain dan ofisial, baik dari Arema maupun Persebaya saat kejadian.
Informasi ini akan menjadi salah satu poin dalam proses investigasi, baik dari penyelenggara dan dari sisi pengamanan,” ujarnya.
Listyo menyatakan bahwa pihaknya juga akan memeriksa sejumlah pihak untuk bisa mengetahui gambaran tragedi tersebut. Listyo menyebut, tak menutup kemungkinan insiden ini akan diproses secara hukum.
“Jika memang ditemukan unsur pidana di dalamnya, tentunya akan diproses ke arah pidana. Siapa yang bertanggung jawab, ya harus kita proses,” ucap Listyo.
Kericuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, terjadi usai Arema FC kalah dari Persebaya dengan skor 2-3.
Menurut Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Nico Afinta, peristiwa ini bermula saat suporter Arema memasuki lapangan karena tak terima dengan hasil pertandingan yang dimenangi Persebaya.
Polisi merespons dengan mengadang dan menembakkan gas air mata. Tak hanya ke pendukung yang masuk ke lapangan, gas air mata juga ditembakkan ke arah tribun, memicu kepanikan supporter hingga berujung petaka massal.
Bantah Nico an Mahfud
“Pendukung Arema kemudian melakukan tindakan anarkis dan membahayakan keselamatan. Karena gas air mata itu, mereka pergi ke luar ke satu pintu keluar. Terjadi penumpukan dan mereka lalu sesak napas, kekurangan oksigen,” kata Nico.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menyebut gas air mata dilepaskan karena penonton mengejar pemain sepak bola. “Sasarannya para pemain dari kedua klub, Arema dan Persebaya,” kata Mahfud.
Tapi penjelasan Mahfud dan Nico dimentahkan saksi-saksi. “Begitu selesai, pemain Persebaya lagsung masuk ke ruang ganti, lalu pindah ke mobil rantis. Jadi tak tahu banyak kondisi di luar, hanya sepintas lihat ada mobil terbakar,” kata Aji Santoso kepada redaksi, Senin pagi.
Artinya, tak ada pemain Persebaya yang dikejar. Soal Aremania mengejar pemain Arema, itu awalnya hanya 2 orang. Tujuannya pun hanya meminta foto, dan sudah izinn ke aparat. Awalnya ditolak, tapi kemudian diizinkan. Kebetulan pemai Arema mendekat untuk meminta maaf ke supporter.
“Melihat 2 orang bisa minta foto, beberapa penonton lain ikut nimbrung, turun ke stadion, lalu digebuki. Itulah yang memicu solidaritas Aremania lainnya,” aku Korwil Bantur The Black Lion, Slamet Sanjoko.
“Kalau yang masuk ke lapangan, mungkin masih bisa kami terima karena mereka memang melanggar batas area. Tapi kenapa yang di tribun tetap ditembak gas air mata? Salah apa?”
Penembakan gas air mata ini menjadi perbincangan warganet. Mereka menyoroti bahwa berdasarkan aturan FIFA, penembakan gas air mata dilarang. Larangan FIFA soal penggunaan gas air mata itu tertuang pada Bab III tentang Stewards, pasal 19 soal Steward di pinggir lapangan.
“Dilarang membawa atau menggunakan senjata api atau gas pengendali massa,” tulis regulasi FIFA tersebut.
“Sudah jelas regulasi dari FIFA, gas air mata di stadion itu dilarang. Kok bisa-bisanya dipakai di stadion dengan masa banyak dan pintu keluar yang kecil,” tulis salah satu netizen di Twitter.
“Gas iar mata sudah dibanned FIFA, polisi nggak atau apa gimana?” warganet lain menimpali.
“Membawa gas air mata ke dalam stadion saja dilarang FIFA, ini malah ditembakin.”
Yang pasti,, sebelum laga PSSI dan PT LIB punya petugas khusus Security Officer. Mereka tugasnya memastikan pola keamanan pertandinggan, secara detail. Harusnya, gas air mata juga dibahas. Jika polisi sudah diberitahu tetap ngotot, bisa disalahkan 100 persen. Kalau Security Officer lembek, ya tanggung renteng kesalahannya.
