KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia, Ali Rif’an menyampaikan “All Jokowi’s Men” akan tampil di Pilpres 2024. Ini tak lepas dari sikap Presiden Joko Widodo yang terlalu ikut campur soal Pilpres, berbeda dengan era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono.
Ali berpendapat, munculnya koalisi besar merupakan strategi dari Jokowi agar Ganjar Pranowo menjadi pilihan Capres yang diusung oleh PDIP di Pilpres 2024. Peluang Ganjar untuk kalah lumayan besar, imbas dari sikap Ganjar yang menolak kehadiran Israel hingga FIFA membatalkan Indinesia jadi tuan rumah Piala Dunia U20.
Jika Ganjar kalah, tentu Prabowo Subijanto yang intes didukung Jokowi, akan diusung oleh koalisi besar. Oleh Jokowi, Ganjar sebelumnya juga di-endorse bersama Prabowo dalam berbagai kesempatan. Kalau pun Ganjar menang, masih lekat dengan peran Jokowi.
Ali menilai terlalu ikut campurnya Jokowi di Pilpres dengan membidani kelahiran koalisi besar, tak lepas dari keinginan agar presiden mendatang bisa meneruskan kebijakan yang telah diambilnya selama menjabat. Utamanya, soal Ibu Kota Negara (IKN). Ganjar dan Prabowo bisa dinilai sebagai sosok yang paling pas untuk melakukannya.
“Rezim Jokowi ini memang agak berbeda dengan rezim SBY, yang tidak begitu ikut campur dalam urusan capres. Jokowi sangat berkepentingan, karena agenda utamanya adalah bagaimana legacy-nya seperti IKN dilanjutkan. Makanya ada istilah “all Jokowi’s men” dan hari ini merujuk kedua capres: Ganjar dan Prabowo,” tuturnya.
Ali menyebut ini juga menjadi strategi Jokowi bahwa dirinya ini memiliki kekuatan dan tak bisa didikte lagi oleh PDIP, meskipun ia merupakan kader. “Dia punya orkestranya sendiri di 2024, tidak ikut dengan orkestrasi PDIP pimpinan Megawati Soekarnoputri. Saya lihat jelas Jokowi bekerja keras bagaimana caranya presiden mendatang adalah orangnya dia,” ucap Ali.
Lebih lanjut, Ali juga berpendapat ini Jokowi ingin menyampaikan pesan dirinya adalah penentu bandul sosok capres di Pilpres 2024. Hal ini terlihat dari upaya Jokowi yang tak hanya mengkonsolidasi para elit partai, tapi juga relawan.
“Kan harusnya agak aneh karena beliau tidak lagi bisa maju sebagai capres tapi relawan pun dikonsolidasi. Jadi pesan yang dikirim kepada elit politik dan publik secara umum adalah Jokowi itu orang berpengaruh,” pungkasnya.
Di lain pihak, PDIP jelas menjadi satu-satunya partai yang memiliki ‘boarding pass’ sendiri untuk bisa mengusung calonnya dalam gelaran Pilpres 2024. Hal ini membuat PDIP tak mesti buru-buru untuk menentukan sikap politiknya.
“PDIP terlihat lebih tenang dibanding partai-partai lain, jadi kalau kita amati dari sejak 1,5 tahun ini partai lain bermanuver sedemikian rupa karena mereka memang harus bermitra atau berkoalisi, sementara PDIP memang sudah cukup boarding pass-nya,” ucap dia.
Wacana koalisi besar, menurut Ali, juga tak serta merta mengusik ketenangan PDIP. Sebab, Ali menilai koalisi ini bisa saja tak jadi terbentuk, jika elektabilitas capres Koalisi Perubahan, Anies Baswedan stagnan atau justru anjlok.
“Jadi kalau misalnya ada situasi genting atau masuk dalam situasi genting, artinya ada kompetitor yang kuat dalam hal ini Anies, karena Anies dari 3 capres (Ganjar Prabowo, Prabowo Subianto, Anies) yang top 3 lembaga survei, Anies yang dianggap tidak sejalan dengan fatsun politik presiden Jokowi,” tutur Ali.
Kalau Anies menguat, potensi koalisi besar terbentuk akan ada. Tapi kalau Anies tidak menguat, elektabilitasnya tidak naik signifikan (artinya Anies di nomor 3), kemungkinan koalisi besar terbentuk kecil.
King Maker
Sementara itu, Peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro menuturkan PDIP harus bekerja keras jika memutuskan untuk mengusung Ganjar sebagai capres di Pilpres 2024.
Ini merupakan dampak dari penolakan kehadiran tim nasional Israel pada Piala Dunia U-20 yang berujung pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah. “Bila kelak memang PDIP mengusung Ganjar, maka bukan hal mudah untuk mengembalikan tingkat elektablitas Ganjar seperti sebelum ini. Perlu kerja keras,” ujarnya.
Di sisi lain, Bawono menyebut elektablitas Prabowo Subianto justru semakin menanjak usai di-endorse oleh Jokowi di beberapa kesempatan. Jokowi juga ingin menunjukkan Prabowo merupakan sosok yang pantas untuk meneruskan programnya.
Dalam hal ini, Bawono sepakat dengan Ali bahwa Jokowi ingin menunjukkan jika dirinya memiliki kemampuan menjadi seorang king maker di Pilpres 2024. Bukan hanya Mega, Surya Paloh atau lainnya.
“Kedatangan sejumlah partai dalam beberapa hari terakhir ini menemui Prabowo Subianto menunjukkan pengaruh presiden tersebut sebagai real king maker di pemilu nanti,” ucap Bawono.
Tapi di kalangan netizen, citra Jokowi justru turun. Soalnya mereka melihat bahwa ikut campurnya presiden dalam Pilpres, sudah menyalahi tugas utama.
@sutikxxxmatPP: “Presiden harus netral, tak boleh ikut berpolitik lagi. Kecuali sudah lengser seperti Bu Mega, Pak SBY. Saya rasa Pak Jokowi sudah keluar jalur. Anak dan menantunya pun agresif dalam politik, padahal dulu Jokowi bilang keluarganya takkan masuk dunia politik.”
@ lindasexxxyanti79: “Sebaiknya Pak Presiden fokus urus utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang ribuan triliun itu. Masa utang dengan bunga 3 persen lebih dari Cina justru dipilih dibanding bunga 0,1 persen dari Jepang. Orang kepercayaan Jokowi seperti LBP bisa diusut jika rezim berganti. Pantas skrg ngotot siapin presiden.”
@burhanudxxx_FS: “Ada yang sedang cari selamat. Masalahnya kerusakan yang ditimbulkan begitu banyak. Selain beban utang yang harus ditannggung 7 turunan bangsa Indonesia, juga rusaknya supremasi hukum di bawah rezim sekarang.”
@Laks_xxxxxRD: “Siap2 aje Ind. mkin hncur kalo koalisi bsar jadi trbentuk. DPR awasi klmpk sendiri, ya semau gue-lah. Smoga Allah mnolong rkyat Ind.. Aamiin YRA.”
