DPRD Kalteng: Peladang dan Penambang Tradisional Butuh Ruang Hidup

KABARKALIMANTAN1, Palangka Raya – Anggota DPRD Kalimantan Tengah, Nyelong Inga Simon, menilai masyarakat adat Dayak yang masih menjalankan tradisi berladang dan menambang emas secara tradisional perlu diberikan ruang untuk tetap bertahan hidup sesuai budaya mereka.

“Sangat ironis. Kita ini pemilik tanah, tapi diperlakukan seolah-olah pencuri emas dan pelaku pembakaran liar. Bahkan negara tetangga ikut protes. Ini tidak benar dan perlu diluruskan,” kata Nyelong di Palangka Raya, Rabu (11 Juni 2025)

Ia menegaskan, praktik ladang berpindah maupun penambangan rakyat yang dilakukan masyarakat Dayak sejak lama didasari nilai-nilai leluhur dan kearifan lokal. Karena itu, stigma bahwa tradisi tersebut merusak lingkungan dianggapnya tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.

“Ini adalah budaya yang diwariskan turun-temurun, dan dilakukan dengan kearifan lokal masyarakat Dayak, bukan semena-mena,” ujarnya.

Menurutnya, pemerintah baik pusat maupun daerah semestinya tidak hanya mengutamakan pembangunan fisik, tetapi juga memastikan kesejahteraan masyarakat lokal yang telah menjaga alam Kalimantan selama berabad-abad.

Ia bahkan mendorong agar filosofi Huma Betang, yang menjadi dasar kehidupan sosial masyarakat Dayak, dijadikan pijakan dalam perumusan pembangunan berkelanjutan di Kalteng.

“Huma Betang mengajarkan hidup bersama dalam harmoni dan saling menghargai, yang sangat relevan dalam pembangunan berkelanjutan,” tegas Nyelong.

Ia juga menyoroti kecenderungan di mana ladang berpindah maupun tambang rakyat sering dijadikan kambing hitam atas kerusakan lingkungan. Sementara itu, aktivitas industri skala besar yang nyata-nyata merusak lingkungan kerap luput dari perhatian.

“Kita harus objektif. Jangan hanya menyalahkan yang lemah. Tetapi kita juga perlu adil dalam melihat seluruh aktivitas perusahaan besar,” tutupnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *