KABAR KALIMANTAN1, Sampit – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resort Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah mencatat peningkatan konflik antara manusia dan buaya selama 2024 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
“Dari Januari hingga Desember 2024 kami mencatat ada empat kejadian konflik antara manusia dan buaya, jumlah ini mengalami peningkatan dibanding 2023 dengan satu kasus dan 2022 satu kasus,” kata Komandan BKSDA Resort Sampit Muriansyah di Sampit, Sabtu (4/1).
Ia menyebut dalam konflik tersebut, satu di antara keempat korban ditemukan meninggal dunia setelah serangan buaya.
Konflik pertama terjadi pada April 2024 di Sungai Mentaya, Desa Satiruk, Kecamatan Pulau Hanaut dengan korban seorang pria bernama Olan yang bekerja sebagai nelayan. Korban mengalami serangan buaya saat menjala ikan di sungai.
Kesulitan akses ke desa tersebut membuat tim BKSDA tidak dapat bertemu langsung dengan korban. Tetapi, berdasarkan informasi via telepon diketahui korban luka di tangan kanan.
Konflik kedua terjadi pada Mei 2024 di Sungai Lenggana, Desa Bapanggang Raya, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang sekitar pukul 04.00 WIB dengan korban seorang perempuan berusia 59 tahun bernama Lawiyah.
Korban kala itu turun ke sungai untuk mencuci beras. Namun, karena situasi masih gelap dan kurang kewaspadaan membuat ia tak menyadari ada buaya mendekat kemudian menyerang dan menyebabkan cedera tangan kanan.
Kejadian ketiga sebagai terparah karena menyebabkan korban meninggal dunia pada Oktober 2024 di Sungai Parebok, Desa Parebok, Kecamatan Mentaya Hilir Selatan. Korban seorang pria berusia 52 tahun bernama Badaruzzaman tengah mandi di sungai sekitar pukul 21.30 WIB. Korban pulang memanen kelapa diserang dan diseret buaya ke sungai.
Kejadian itu disaksikan kerabat korban yang langsung meminta pertolongan warga dan aparat setempat. Namun, setelah beberapa jam pencarian tubuh korban ditemukan dalam kondisi meninggal dunia.
Kejadian keempat berdasarkan informasi terakhir yang diterima BKSDA Resort Sampit terjadi di Sungai Cempaga, Desa Cempaka Mulia Timur, Kecamatan Cempaga. Korban seorang pria bernama Yani mengalami serangan buaya saat memasang alat tangkap ikan pada malam hari. Korban luka tangan kanan yang saat ini kondisi sudah mengering.
“Untuk yang terakhir ini sebenarnya terjadi sekitar tiga bulan lalu, namun kami baru mengetahui informasi ketika memasang spanduk imbauan di desa itu beberapa hari yang lalu. Kami sudah menjumpai korban yang mengalami luka di tangan kanannya,” katanya.
Berdasarkan data itu, diketahui konflik antara manusia dan buaya rata-rata terjadi saat warga beraktivitas di sungai, ketika suasana gelap, baik petang, malam, maupun subuh.
BKSDA Resort Sampit tak hanya mendapat laporan serangan buaya terhadap manusia, tetapi juga hewan ternak dan peliharaan, seperti baru-baru ini warga Kecamatan Cempaga melaporkan bahwa anjing peliharaan diserang buaya.
Muriansyah menjelaskan ada beberapa hal yang menyebabkan konflik antara manusia dan buaya, khususnya di Kotim yang berada di bawah pengawasan pihaknya.
Bermula dari kerusakan habitat buaya akibat alih fungsi lahan atau kawasan dan sebagainya yang kemudian berdampak pada pakan alaminya, sehingga satwa tersebut mencari wilayah baru untuk mencari makan dan sampai perairan pemukiman.
Berdasarkan temuan pihaknya di lapangan selama ini, tiga hal yang membuat semakin sering laporan buaya masuk pemukiman hingga serangan terhadap ternak dan manusia.
Pertama, masih banyak warga bermukim di bantaran sungai yang memelihara dan membangun kandang ternak di sekitar, bahkan di atas sungai. Kedua, membuang bangkai binatang ke sungai. Ketiga, kebiasaan membuang sampah rumah tangga ke sungai.
Sampah rumah tangga dapat menjadi makanan sejumlah satwa, seperti monyet dan biawak yang merupakan pakan alami dari buaya, sehingga secara tidak langsung membuang sampah ke sungai bisa mengundang kedatangan predator tersebut.
“Makanya, kami selalu berusaha untuk mengingatkan dan mengedukasi warga agar selalu waspada saat beraktivitas di sungai, terutama pada malam hari karena jarak pandang terbatas. Selain itu, kami juga terus mengedukasi terkait tiga hal tersebut,” ujarnya.
Kejadian selama 2024 diharapkan menjadi perhatian warga dengan meningkatkan kewaspadaan ketika beraktivitas di sungai dan menghindari tindakan yang dapat mengundang kedatangan buaya.
Terlebih, selama beberapa pekan terakhir laporan kemunculan buaya meningkat seiring dengan musim hujan yang identik dengan musim kawin dan musim bertelur buaya. Pada kondisi ini buaya cenderung lebih agresif, sehingga potensi terjadinya konflik meningkat.
Sumber: ANTARA