KABARKALIMANTAN1, Palangka Raya – Kebiasaan demonstrasi dalam penolakan terhadap suatu kebijakan pemerintah adalah baik dan wajar. Namun disisi lain, hal yang kurang tepat jika belum melalui proses panjang sesuai alurnya.
“Proses panjang yang dimaksud merupakan tahapan-tahapan atau langkah kondusif yang perlu diketahui dan dimaknai teman-teman mahasiswa”, ungkap Anggota DPRD Kota Palangka Raya Sigit Widodo, Rabu (27/10/2021).
Mengetahui secara utuh isu yang didengar adalah poin yang penting untuk dipahami dalam konteks demonstrasi. Bisa dengan menempuh jalur audiensi secara terbuka dengan lembaga konstitusi terkait hal yang perlu dipertanyakan dengan yang terkait adalah proses bijak dalam berdemokrasi.
Artinya, sebelum memutuskan pendapat atau melempar suara dalam penolakan dengan aksi demonstrasi, sebetulnya masih ada tahapan dengan mengajukan ruang diskusi terbuka untuk segala pihak dalam konstitusi. Mencari solusi dan jalan keluar, memberi penjelasan dan membuka ruang terbuka kepada mahasiswa dan masyarakat.
“Karena sudah kewajiban sebagai Dewan Perwakilan Rakyat dan lembaga konstitusi mereda segala keadaan dan menampung segala aspirasi-aspirasi”, ujarnya.
Mahasiswa adalah kaum intelektual yang dituntut mengemban dan menunaikan nilai-nilai Tri Dharma Perguruan Tinggi. Baik dalam lingkungan kampus maupun dalam masyarakat, sehinga dalam penerapannya segala bentuk perilaku dan tindakan mahasiswa adalah cerminan dari pendidikan.
Akhir-akhir ini peran mahasiswa begitu menggejolak dalam penolakan-penolakan dan penyampaian aspirasi terhadap setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hal yang sangat wajar terjadi.
Tetapi pertanyaannya, apakah setiap ketidaksempurnaan keputusan atau kebijakan pemerintah harus bermuara dalam aksi demo? atau apakah tidak ada jalur atau regulasi yang lebih terbuka, transparansi dan kondusif untuk menemukan jawaban dari penolokan-penolakan? dan bagaimana memaknai dari sebuah aksi demo itu sendiri?
Sebagai warga negara dan berada dalam konstitusi kedautan NKRI, mahasiswa memiliki kewajiban untuk melindungi, memajukan, menegakkan, dan memenuhi hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi tersebut.
Sebagai salah satu bagian dari hak asasi manusia, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 28I ayat (4) UUD 1945. Sebagaimana diatur dalam pasal yang dimaksud, dapat diartikan tentang bentuk kebebasan berpendapat dan berekspresi adalah hal yang wajar dilakukan dalam bernegara.
Namun pertanyaannya,apakah tindakan aksi demo merupakan satu-satunya alternatif terhadap setiap penolakan kebijakan?
Memang, unjuk rasa atau berdemonstrasi memang tidak dilarang di Indonesia. Namun perlu diketahui, aksi mengungkapkan ekspresi di muka publik ini memiliki aturan tersendiri, dan sudah diatur dalam Undang-Undang no. 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
Pemberitahuan diberikan paling lambat 3×24 jam sebelum aksi digelar. Surat pemberitahuan berisi maksud dan tujuan, tempat, lokasi dan rute, waktu dan lama, bentuk, penanggungjawab, nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan, alat peraga yang dipergunakan dan atau jumlah peserta.
Sasaran dalam penyampaian aspirasi ini adalah tentu Dewan Perwakilan Rakyat, yang seyogianya menjadi arah dan muara rujukan dalam menuang segala aspirasi mahasiswa dalam bentuk saran,kritik maupun penolakan secara terbuka.
Namun, perlu dipahami lebih jauh lagi terkait bentuk penyampaian aspirasi yang dilakukan dalam konteks demo dan demo, sehingga bisa disimpulkan bahwa segala bentuk ketidaksempurnaan dari setiap kebijakan lembaga konstitusi telah dibuka ruang untuk berdiskusi,berdialog dan berekspresi secara kondusif tanpa harus turun kejalan dengan aksi demonstrasi apalagi anarkis.
Banyak proses atau jalur yang bisa ditempuh untuk berpendapat dan berekspresi saat ini, dengan didukung teknologi dan media sosial adalah salah satu bentuk kondusif untuk berekspresi dan berpendapat.
Demo adalah jalan terakhir dalam menyampaikan aspirasi,bukan menjadi kebiasan dalam mengambil langkah awal dalam berpendapat dan berekspresi.
Menjadi seorang mahasiswa harus mampu memposisikan diri sebagai akademisi yang baik dan contoh dimata masyarakat. Dalam menyampaikan aspirasi mahasiswa harus bisa memilah dengan cara yang benar dan dibenarkan dalam konteks atau koridor akademik.
Sebab seorang mahasiswa akademisi sebetulnya tidak perlu menyampaikan aspirasinya dengan cara yang tidak benar seperti halnya melakukan demonstrasi apalagi anarkis. Seorang mahasiswa sebagai akademisi tidak perlu beramai-ramai dalam menyampaikan aspirasi, cukup tulis dalam sebuah gagasan tertulis dan jika memang gagasannya memang bagus dan layak untuk diwujudkan pasti akan direalisasikan.
“Masih banyak jalan yang bisa ditempuh sebelum melakukan demo. Sebab demo adalah jalan terakhir dalam menyampaikan pendapat,”pungkas Fraksi PDIP ini. (MGN/TVA)