KABARKALIMANTAN1, Palangka Raya – Produk usaha mikro kecil menengah (UMKM) lokal dari Provinsi KalimantanTengah (Kalteng), yang dimiliki Hairunnisa bersama suaminya Rodney Taua mampu bersaing di pasar dunia kelas atas hingga “Best of the Best” di pasar internasional, seperti Selandia Baru.
“Setelah delapan tahun membangun perusahaan di New Zealand bernama ‘Exquisite Wood Limited’ saya bersama suami yang berasal dari Selandia Baru berhasil memasarkan produk kerajinan lokal khas Kalteng, seperti tikar purun, tampian, tas rotan,” katanya di Palangka Raya, Kamis (4/12/2025).
Hairunnisa yang juga pemilik galeri Lifestyle Nusantara di Kota Palangka Raya itu menjelaskan bahwa produk-produk kerajinan dari bahan purun (rumput purun yang dianyam jadi tikar khas Kalimantan) dan tampian (daun palem kering dari hutan Dayak) yang semula hanya dipakai sehari-hari di pedalaman Kalimantan, kini diinovasikan menjadi tas rotan modern, tikar lipat travel-friendly, hingga hiasan lampu bohlam estetik.
Perempuan penuh canda itu juga mengungkapkan, pasar utamanya adalah para wisatawan kulit putih (bule) dan wisatawan dari Kepulauan Pasifik (khususnya Tonga, Samoa, Cook Islands) yang sangat menghargai produk alami, ramah lingkungan, dan punya ‘soul’ etnis yang kuat.
Selain itu, bagi mereka anyaman Borneo punya tekstur dan aroma yang tidak bisa ditiru oleh produk massal dari tempat lain, sehingga langsung jadi suvenir impian dan sering sold out di pasar-pasar seni Bali atau bahkan saat dipajang di pameran internasional.
“Yang menjadi kebanggaan hingga saya terharu, bahwa mereka sering menyebut ‘his is the best product from Indonesia, from Borneo’. Hal ini yang menjadi saya bangga menjadi orang Kalimantan, walaupun saya tinggal dan menetap di New Zealand, saya tetap cinta Indonesia,” kata ibu dua orang anak itu.
Wanita kelahiran Samarinda, Kalimantan Timur ini menyebutkan, bukti bahwa inovasi sederhana dari desa kecil di Kalimantan bisa menaklukkan selera dunia dengan produk lokal khas Kalimantan.
Menurut wanita yang sejak usia lima tahun sudah menetap di Palangka Raya ini, wisatawan mancanegara sudah sangat terbiasa dengan produk-produk Bali sehingga barang dari Bali terasa biasa saja bagi mereka.
Sebaliknya, produk Kalimantan yang masih langka justru dianggap unik, otentik, dan memiliki nilai cerita (storytelling) yang kuat, handmade, eco-friendly, dan berbahan alami.
Dia menceritakan, seperti tampian yang biasanya dipakai untuk hiasan, kami inovasikan dengan memasang bohlam di tengahnya dan menjadi lampu hias, hal ini sangat menarik perhatian mereka.
Selanjutnya, tikar purun kualitas terbaik juga kami jual untuk dekorasi pengantin adat Islander atau hiasan dinding, dan itu pun langsung habis dengan sekali membawa sebanyak 400-500 lembar.
Meski berhasil sukses, Hairunnisa mengaku perjalanan ini dilakukan secara mandiri bersama suaminya, selama delapan tahun tanpa adanya dukungan langsung dari pemerintah daerah setempat.
Berbeda dengan UMKM dari Bali, Semarang, dan Malang yang sudah rutin bekerja sama dengannya untuk bisa masuk pasar Selandia Baru.
“Kami hanya butuh dorongan dan perhatian dari pemerintah terkait produk UMKM lokal. Minimal ada quality control resmi, pembinaan pengemasan, fumigasi, dan phyto-sanitary yang standar ekspor. New Zealand itu negara paling ketat di dunia soal biosecurity, tidak boleh ada binatang atau bibit penyakit masuk. Semua barang harus difumigasi dan lolos sertifikasi,” katanya menegaskan.
Suami dari Hairunnisa, Rodney Taua mengatakan, selain mengembangkan produk lokal UMKM Kalteng, ia juga menjalankan kerja sama usaha furniture di Jepara.
Menurut Rodney, bahan baku dari Kalimantan menjadi yang paling berkualitas di antara berbagai daerah lainnya. Furniture yang mereka produksi tidak dibuat massal, melainkan sistem made by order.
Sumber : ANTARA




