Bocorkan Putusan MK, Denny “Dikeroyok” Mahfud, Kapolri, PDIP

KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Seusai membocorkan hasil putusan Mahkamah Konsitusi (MK) terkait sistem pemilu serta pemenangan gugatan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko atas Partai Demokrat, Ahli Tata Negara dan advokat Denny Indrayana “dikeroyok” banyak pihak.

Ada yang sekadar menantang membuka sumber, sampai membawa kasusnya ke polisi. Misalnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto yang menantang Denny agar mengungkap sumber yang diduga telah membocorkan hal itu.

“Pernyataannya justru hanya menimbulkan spekulasi politik di tengah masyarakat. Semua pihak mestinya menunggu putusan resmi dari MK,” kata Hasto di kantor DPP PDIP, Senin (29/5).

Hasto kecewa sebab pernyataan itu tanpa menyebutkan sumber dan seolah-olah menuduh ada skenario yang dilakukan pemerintah.

Terpisah, Menko Polhukam Mahfud MD meminta MK dan polisi mengusut dugaan kebocoran putusan soal gugatan sistem pemilu. “Kalau betul bocor, itu salah. Yang salah, yang membocorkannya di dalam. Tapi bisa jadi tidak bocor juga. Denny harus menjelaskan bahwa itu benar,” kata Mahfud usai Rapat Koordinasi di salah satu hotel di Jakarta Selatan, Senin (29/5).

Mahfud mengatakan informasi yang disampaikan Denny itu akan terbukti benar atau tidaknya seiring perjalanan waktu. Namun ia menegaskan putusan MK tidak boleh dibocorkan sebelum diketok.

“Yang pasti, sikap Denny sudah memenuhi syarat untuk direspons polisi karena termasuk pembocoran rahasia. Tidak boleh dibuka ke publik,” kata Mahfud.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun gerak cepat. “Sesuai dengan arahan beliau (Mahfud MD-Red), polisi melakukan langkah-langkah penyelidikan, untuk membuat terang tentang peristiwa yang terjadi,” ujarnya kepada wartawan, Senin (29/5).

Ditentang Mayoritas Partai

Denny sebelumnya mengaku mendapat informasi penting terkait gugatan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sistem Proporsional Terbuka di MK.

Ia menyebut MK akan mengabulkan sistem Pemilu kembali menjadi proporsional tertutup alias coblos partai, meski itu ditentang mayoritas partai, kecuali PDIP.

“Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja,” kata Denny dalam keterangan tertulisnya, Minggu (28/5).
Menanggapi hal tersebut, Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Juri Ardiantoro menegaskan pemerintah akan konsisten dalam melaksanakan putusan MA sebagai lembaga peradilan yang sah di Indonesia.

“Pemerintah tidak akan campur tangan dalam pengaturan pelaksanaan pemilu. Pemerintah konsisten untuk melaksanakan perintah Mahkamah Konstitusi atau perintah undang-undang,” jelas Juri, Senin (29/5).

KSP adalah lembaga yang dikepalai Moeldoko, yang dalam bocoran Denny, akan dimenangkan dalam gugatan dengan tujuan mengambil-alih Partai Demoirat.

Di kalangan pakar politik, media, bahkan masyarakat luas, sudah ramai diketahui tujuan Moeldoko. Jika Demokrat jadi milik Moeldoko, Koalisi Perubahan tak bisa mengusung Anies Baswedan sebagai Capres 2024, satu-satunya Capres yang tak di-endorse Presiden Joko Widodo.

Alasan Denny

Denny Indrayana sendiri mengungkapkan alasan menyebarkan informasi tentang Mahkamah Konstitusi (MK) ke publik. Salah satu alasannya adalah informasi tersebut patut diketahui publik dan viral di media sosial. Menurutnya, Menko Polhukam Mahfud MD juga memakai strategi tersebut.

“Ingat: no viral, no justice. Prof Mahfud memakai strategi itu pula, membawa banyak masalah hukum ke sorotan lampu publik, untuk menghadirkan keadilan,” kata Denny dalam keterangan tertulis, Senin (29/5).

Denny menyebut informasi yang ia klaim bersumber dari orang yang kredibel itu, patut diketahui publik sebagai bentuk transparansi. Menurutnya, itu juga termasuk wujud advokasi publik.

“Ini bentuk advokasi publik, agar MK tetap pada rel sebagai penjaga konstitusi. Jangan sampai MK menjadi lembaga politik pembuat norma UU soal sistem Pemilu,” kata dia.

Denny berharap publik mengikuti sidang uji materi Mahkamah Konstitusi mengenai pasal mengenai pola pemungutan suara di pemilu.
Menurutnya, jika MK mengabulkan gugatan atau mengembalikan ke sistem proporsional tertutup (coblos partai), maka ada pelanggaran terhadap prinsip dasar open legal policy.

Ia menyebut kewenangan untuk menentukan sistem pemilu adalah milik pembuat UU antara lain Presiden, DPR. Selain itu, perubahan sistem pemilu di tengah tahapan yang berjalan juga akan membuat proses pemilu menjadi kacau.

“Sekarang para bacaleg sudah daftarkan daftar calon sementara. Jjika di tengah jalan ini diubah, maka akan mengganggu parpol karena harus menyusun ulang, dan tidak menutup kemungkinan para caleg mundur karena mereka tidak ada di nomor jadi,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *