KABARKALIMANTAN1, Muara Teweh – DPRD Kabupaten Barito Utara (Barut) melangsungkan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dalam rangka menindaklanjuti keluhan yang disampaikan oleh masyarakat terkait adanya pencemaran lingkungan oleh sejumlah perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di wilayah Kecamatan Lahei dan Lahei Barat,
Dalam rapat yang dilaksanakan di Gedung DPRD setempat pada Selasa (16/5) tersebut dipimpin Ketua Komisi III DPRD H Tajeri dan dihadiri Asisten Setda bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Masyarakat Eveready Noor, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Ir Inriaty Karawaheni, Camat Lahei Barat Adi Suwarman, Camat Lahei Anwar Sadat serta 4 Kepala Desa di Lahei Barat dan Lahei.
Dalam perwakilan dari undangan perusahaan turut dihadiri dari PT Tamtama Perkasa, PT KTC, PT Barito Putra, PT Barito Pasifik, PT Arsy Nusantara, PT Permata Indah Sinergi, PT Hilcon, PT Victor Dua Tiga Mega dan CV LBS.
Kepala Desa Benao Hilir Kecamatan Lahei Barat, Astronot menyampaikan bahwa terkait adanya dampak pencemaran lingkungan akibat aktifitas pertambangan batu bara di seputar wilayah desanya. “Selain pecemaran lingkungan warga masyarakat di desa juga mengelukan soal kesenjangan tenaga kerja lokal di perusahaan di daerah setempat,” kata Astronot.
Sementara itu Kepala Desa Muara Pari Kecamatan Lahei, Mukti Ali mengatakan bahwa pihak Pemdes Muara Pari menerima adanya laporan dari warga masyarakat terkait pencemaran yang dilakukan oleh salah satu perusahaan tambang batu bara yaitu PT Tamtama Perkasa.
Kades Muara Pari Mukti Ali menyatakan siap untuk membuktikan terkait adanya pencemaran yang dilakukan oleh salah satu perusahaan yang beroperasional di wilayahnya. “Kami selaku Pemdes Muara Pari siap untuk membuktikan bahwa telah terjadi pencemaran lingkungan di desanya,” kata Kades.
Menurut perwakilan dari PT Tamtama Perkasa Widiarsono menanggapi pernyataan dari Kades Muara Pari Mukti Ali, menyampaikan bahawa kalau saat ini perusahaan telah mengaktifkan lima styling pond atau kolam penampungan, dimana setiap bulannya diadakan pelaporan. “Setiap bulan kami ada menerima laporan dari styling pond itu,” jelas Widiarsono.
Menurutnya juga tentang apa yang disampaikan oleh warga masyarakat terkait masalah pencemaran itu pada kenyataannya masih dinilai normal. “Terkait dengan tenaga kerja lokal yang bekerja di perusahaan saat ini sudah mencapai 70 persen direkrut dari tenaga lokal,” kata Widiarsono.
Widiarsono juga menambahkan bahwa puluhan desa yang berada di sekitar wilayah operasional perusahaan tidak semuanya bisa terakomodir untuk perekrutan tenaga kerja lokal. “Belum semua tenaga kerja lokal yang kami rekrut,” kata dia.
Setelah melalui paparan dari sejumlah pihak serta diskusi yang berlangsung hampir empat jam lebih, RDP ini akhirnya menghasilkan 4 poin kesimpulan. Kesimpulan pertama yaitu, penyelesaian masalahan antara perusahaan dengan masyarakat yang ada di desa sebaiknya dimusyawarahkan ditingkat desa dengan melibatkan pihak kecamatan.
“Kedua, Komisi III DPRD Kabupaten Barito Utara akan melakukan crosschek lapangan berkaitan dengan laporan masyarakat mengenai pencemaran lingkungan,” kata H Tajeri saat membacakan kesimpulan RDP ini.
Selanjutnya poin ketiga, semua perusahaan yang beroperasi di wilayah Kecamatan Lahei dan Lahei Barat harus memperhatikan penerimaan atau rekruitmen tenaga kerja khususnya skill dan non skill.
“Dan poin keempat, mempersilahkan kepada pihak pengadu atau pelapor untuk membawa masalah ini ke jalur hukum,” kata H Tajeri pada saat membacakan hasil kesimpulan RDP tersebut.