Di Alor Calon Pendeta, di Banjarnegara Pengurus Ponpes. Kompak Cabuli 7 Remaja

KABARKALIMANTAN1, Alor – Polres Alor dan Polres Banjarnegara, sama-sama menangkap pelaku pencabulan terhadap peserta didik. Kebetulan, jumlah korbannya sama, yakni 7 orang. Di Alor pelakunya calon pendeta atau vikaris, di Banjarnegara pelakunnya pengurus pondok pesantren.

Para korban yang rata-rata masih duduk di banku SMP dan SMA, adalah siswi Sekolah Minggu. Pelaku, Sepriyanto Ayub Snae, memanfaatkan posisinya sebagai calon pendeta GMIT Alor, Nusa Tenggara Timur.

Awalnya, jumlah korban menurut Kapolres Alor, AKBP Ari Satmoko, ada 6 siswi
berusia antara 13-15 tahun dengan status sebagai pelajar. Mereka antara lain HBM (15), SM (14), EIL (14), NAL (14), SOM (13), dan TMK (15). Namun jumlahnya bertambah seorsang seusai polisi memeriksa 17 saksi. Mereka merupakan warga Desa Waisika, Kecamatan Alor Timur Laut, Kabupaten Alor, NTT.

“Kami mengonfirmasi penangkapan dan penahanan Saudara SAS berusia 36 tahun. Ia ditangkap atas laporan dugaan pencabulan anak di bawah umur, Selasa (6/9) malam. “Tersangka sudah ditahan sejak Senin (5/9) malam.”

Berdasarkan pengakuan tersangka, SAS mencabuli para siswi karena tidak bisa menahan nafsu seksual. Aksi itu dilakukan dalam setahun terakhir, dalam periode Mei 2021 hingga Mei 2022. Perbuatan bejat itu dilakukan dalam kompleks gereja tempat SAS melaksanakan tugas vikaris.

Tersangka membohongi para korban dengan menyuruh membersihkan atau beraktivitas dalam rumah pastori, rata-rata di antara pukul 07.00-17.00 WITA. Di situlah tersangka memaksa korban untuk disetubuhi.

Lebih bejat lagi, aksi itu juga direkam tersangka. Tujuannya, memudahkan tersangka saat ia ingin menyetubuhi korban lagi. Hampir semua pasrah karena diancam video mereka akan disebar lewat media sosial. Namun salah satu korban tak tahan dan melaporkan melapor ke Polres Alor (1/9).

SAS dijerat dengan Pasal 81 ayat 5 Juncto Pasal 76D Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 dengan ancaman hukuman mati, seumur hidup, atau maksimal 20 tahun penjara, dan minimal 10 tahun penjara.

Lingkungan Ponpes

Sementara polisi meringkus SAW alias JS (32) dalam kasus pencabulan 7 santri di pondok pesantren miliknya di Banjarmangu, Banjarnegara. “Tersangka mempunyai kelainan seksual, biseks. Ia nafsu melihat santri laki-laki yang kulitnya putih, bersih, dan ganteng,” kata Kapolres Banjarnegara, AKB Hendri Yulianto, Kamis (1/9).

Tersangka akan dijerat Pasal 82 Ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Anak dan atau Pasal 292 KUHP dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara, ditambah 1/3 karena tersangka tenaga pendidik.

Tim Reskrim Polres Banjarnegara meringkus JS setelah beberapa santri pria yang menjadi korban mengadu ke guru pengganti. Saat itu tersangka sedang pulang ke Aceh menjenguk istrinya yang sedang melahirkan.

Hendri Yulianto menyebut awalnya yang mengadu hanyalah salah satu santri berinisial AG (15), namun dalam pemeriksaan bertambah karena ada 6 santri lainnya yang jadi korban, yakni HA (12), NN (15), FN (13), MS (13), dan MA (15). Ada satu korban lain yang sudah pindah.

Hendri menambahkan aksi bejat tersangka dilakukan sejak November 2021 dan khusus terhadap santri AG, tersangka mencabulinya sebanyak 4 kali dari bulan Juni hingga Juli 2022 di rumahnya.

Kasus di Ponpes Shiddiqiyyah, Jombang juga sempat ramai saat Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi (42), menganiaya, mencabuli, hingga menyetubuhi setidaknya 5 santriwatinya. Sebagian aksi itu juga direkam. Serang santriwati juga dipaksa melayani tersangka dan 2 kawannya secara bersama-sama.

Terhadap tersangka, sempat diusulkan agar ia dikebiri. “Hal ini memang bisa saja terjadi. Namun, tergantung fakta di persidangan nanti,” ujar Aspidum Kejati Jatim, Sofyan Sele.

Polisi sempat kesulitan menangkap tersangka karena banyak santri laki-laki melindungi, hingga sempat mengerahkan ratusan personel, mengepung ponpes itu. Karena itu, Kepala Kejari Jombang, Tengku Firdaus, mengusulkan, “Sidang Bechi baiknya pindah ke Surabaya, atas pertimbangan Forkopimda Jombang. Banyak simpatisan di Jombang.”

Anjuran polisi agar orangtua menarik anak-anaknya dari Ponpes Shiddiqiyyah. Pesantren itu bahkan sempat ditutup pemerintah, namun dibuka kembali atas perintah langsung Presiden Joko Widodo.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *