Nasional

3 Hal yang Harus Disikapi dari Aksi Demo 11 April

KABAR KALIMANTAN1, Jakarta – Aksi demo mahasiswa pada Senin 11 April 2022 di Gedung DPR/MPR RI Senayan, Jakarta berujung dengan kericuhan. Seperti halnya demo-demo sebelumnya, selalu ada silang pendapat antara kubu pemerintah dengan kubu yang kontra dengan kebijakan pemerintah. Berikut redaksi menyaring 3 hal yang perlu disikapi rezim Joko Widodo pascademo, sebab kericuhan berpotensi terus berulang.

1. Beda Analisis

Dalam demo 11 Apeil, kericuhan terjadi sesaat setelah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menemui massa demonstran. Pantauan redaksi yang ada lapangan, kerusuhan justru terjadi saat Listyo dan Dasco turun dari mobil komando. Tiba-tiba massa dengan pakaian bebas yang ada di sisi timur, melemparkan botol berisi batu ke arah gerbang utama Gedung DPR, Senayan.

Lemparan batu tersebut juga mengarah ke mobil yang dinaiki para orator dari massa mahasiswa. Satu orang mahasiswa yang memakai almamater warna hijau bahkan terluka di kepala dan langsung dievakuasi.

“Seperti nggak tahu saja. Kayak dulu demo di depan istana. Ulama dan mahasiswa sudah menepi, eh ada beberapa pria berbadan tegap, tiba-tiba membakar mobil polisi. Nah ‘kan jadi ada alasan bagi aparat untuk bertindak represif kepada siapa saja. Taktik kuno,” ujar Bagus, seorang demostran yang tak mau menyebut nama kampusnya.

 

Pihak aparat tentu berpendangan lain. Kerusuhan dipicu “penumpang gelap” demonstrasi. Polisi menyebutnya kelompok anarko. Termasuk terkait pemukulan terhadap pegiat media sosial yang juga dosen Universitas Indonesia, Ade Armando.

Pria yang suka menistakan agama Islam itu digebuki pria bersepatu seragam. Itu cukup untuk memicu massa lain ikut memukul. Massa menilai, settingan itu juga kuno. Sekali lagi, aparat juga mengelak analisis ini.

Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan, Ade Armando diselamatkan oleh anggota kepolisian dari amukan massa.

“Pokoknya kita melihat tiba-tiba ada pemukulan di tengah kerumunan. Korban ini Ade Armando menderita luka cukup parah,” ujar dia kepada wartawan, Senin 11 April 2022.

2. Sinkronkan Tuntutan dengan Kebijakan

Demo dilakukan bukan tanpa alasan. Para pendemo melakukan hal itu lantaran merasa saluran komunikasi mampat, atau bias. Apa yang disampaikan kepada para wakil rakyat, sering berakhir mentah. Antara tuntutan dan eksekusi berupa kebijakan, sering bertolak belakang. Soal pemindahan ibu kota negara (IKN), mayoritas menolak, namun DPR malah berkompromi dan bisa ngebut dalam membuat kebijakan memindahkan ibu kota.

Begitu pula soal naiknya harga-harga yang semestinya bisa dikendalikan Presiden Joko Widodo lewat para pembantunya, para menteri. Nyatanya, harga Pertamax melonjak Rp 3.500,- juga BBM jenis lainnya. Dulu saat rezim Soesilo Bambang Yudhoyono, BBM naik Rp 500 saja, Megawati Spekarnoputri dan Puan Maharani menangis tersedu-sedu. Jokowi saat menjabat Gubernur DKI, juga menyatakan penolakannya.

Kenaikan terparah ada pada harga minyak goreng hingga 2x lipat. Hal itu justru disikapi dengan bahasa-bahasa konyol dan cenderung menyakiti hati rakyat.

Sedangkan isu penundaan Pemilu dengan target Jokowi lanjut 3 periode, jadi topik utama. Meski presiden memastikan Pemilu sesuai jadwal, masyarakat tak percaya lagi.

Alasannya, saat menjabat Walikota Solo, Jokowi bilang akan tuntas memimpin Solo sebelum maju jadi Gubernur DKI. Nyatanya, tetap maju dan jadi Gubernur DKI. Saat jadi Gubernur DKI, Jokowi bilang akan memimpin DKI hingga masa jabatan usai sebelum maju jadi Capres. Nyatanya, DKI ditinggal dan dia jadi presiden.

Nah, kini Jokowi bilang tak mau 3 periode, tentu hanya pendukungnya yang percaya. Mayoritas suara rakyat bisa dibaca dari demo di berbagai daerah.

3. Stop Kebiasaan Aniaya Polisi

Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Pol Sambodo Purnomo Yogo mengungkapkan anggota polantas AKP Rudi Wira dianiaya sekelompok orang tidak dikenal saat mengevakuasi kendaraan terjebak di Jalan Tol Dalam Kota akibat demo 11 April di Gedung DPR/MPR. “Pada saat itu saya sedang bersama Rudi Wira. Kami sedang berusaha mengevakuasi mobil-mobil yang terjebak di jalan tol,” kata dia usai menjenguk AKP Rudi Wira di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin, 11 April 2022 malam.

Saat itu, kata dia, awalnya aparat membubarkan sebagian pengunjuk rasa yang masuk ruas jalan tol sehingga kendaraan terjebak kemacetan lalu lintas. Mereka mengevakuasi kendaraan tersebut namun tiba-tiba diserang oleh massa liar yg berada di jalan tol tersebut. Siapapun pelakunya, hendaknya kebiasaan ini distop.

Keberanian massa menyerang aparat (terutama kepolisian) bisa memicu keberanian lebih luas. Tekanan sosial, perasaan diperlakukan tidak adil, dan perasaan kurang terlindungi sebagai warga negara, bisa memicu aksi anarki jauh lebih besar. Eskalasinya bisa ditengok jika pemerintah tidak cukup tanggap dalam merespon tuntutan rakyat, yang tersampaikan lewat pendemo.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

To Top