KABAR KALIMANTAN1, Jakarta – Sebanyak 11 cewek ABG alias anak baru gede menjadi korban kasus dugaan pemaksaan pengiriman video asusila. Mereka diiming-imingi top-up. Jika menolak, mereka mendapat ancaman berupa penghapusan game daring Free Fire.
Terkait hal ini, Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Dedy Permadi, mengatakan pihaknya saat ini tengah mendalami kasus yang meresahkan tersebut.
“Kementerian Kominfo saat ini masih mempelajari kejadian dugaan pengiriman video asusila yang terjadi di platform game, dan menindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku. Kami tengah melakukan pendalaman terkait kebutuhan pemutakhiran kebijakan guna mendorong perkembangan industri gim di Indonesia.,” ujar Dedy, Rabu (1/12/2021).
Belum lama ini, pelaku S (21), disebut telah memaksa sejumlah anak perempuan di bawah umur untuk mengirimkan video asusila. Cewek ABG itu mendapat iming-iming top-up. Namun pada saat yang sama, tersangka S sekaligus mengancam penghapusan akun game daring Free Fire.
Usai penangkapan tersangka di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, polisi menyebut ada 11 anak umur 9-17 tahun yang diduga menjadi korban. “Pada hari Sabtu, 9 Oktober 2021 di Kecamatan Talisayan, Kabupaten Berau, Kaltim sekitar jam 19.40 Wita, penyidik berhasil menangkap tersangka S,” ujar Kepala Subdirektorat I Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Kombes Reinhard Hutagaol, di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (30/11).
Laporan KPAI
Kasus ini, bermula dari laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ke polisi terkait dugaan konten negatif yang dialami oleh seorang korban. Bareskrim lantas menindak-lanjuti aduan itu dengan membuat laporan polisi (LP) pada 22 September 2021.
Reinhard mengatakan bahwa KPAI Agustus 2021 menerima laporan bahwa ada orang tua yang mengecek ponsel anaknya berinisial D (9). Namun, sang anak merasa gugup tidak memberi izin orangtuanya untuk mengecek HP-nya.
Kecurigaan itu membuat orangtua korban memeriksa gawai milik sang anak hingga menemukan video porno. “Setelah ditanya kepada si anak, D mengaku video tersebut dikirim oleh teman main game-nya bernama Reza,” kata dia.
Dari HP korban, ditemukan juga percakapan via aplikasi WhatsApp dan hasil video porno yang telah dihapus oleh korban. Setelah ditelusuri, penyebaran video porno itu dilakukan usai korban berkenalan dengan tersangka pertama kali melalui game online Free Fire.
Keduanya melanjutkan komunikasi hingga tersangka meminta agar korban mengirimkan video tak senonoh pribadinya. Ia mengiming-imingi akan memberikan diamond kepada korban. Di game online Free Fire, dan lazim ditemukan pada game daring lainnya, diamond merupakan alat tukar premium yang berfungsi mengoptimalkan tampilan dan performa pemain yang bisa digunakan untuk membeli karakter, memperkuat senjata, dan mendapatkan item ekslusif di Free Fire.
“Kemudian tersangka mengirimkan contoh video porno kepada korban dan minta korban untuk mengirimkan foto dan video porno (telanjang). Jika korban mau diberi diamond sebanyak 500-600 seharga Rp 100 ribu,” ucap dia.
Korban, menurut Reinhard, sempat menolak permintaan yang dilayangkan oleh tersangka. Hanya saja, ia diancam bahwa akun gamenya akan dihapus apabila tak menuruti kemauan tersangka. “Korban pun menuruti kemauan tersangka,” jelas Reinhadd.
Selain itu, tersangka juga memaksa korban untuk melakukan video call sex (VCS) dengan janji akan diberikan diamond. Reinhard menyebut S melakukan pelecehan seksual untuk kepentingan pribadinya. Polisi belum menemukan jejak dugaan penjualan video porno atau pun keterkaitan dengan sindikat prostitusi.
“Korban 11 anak perempuan, umur 9-17 tahun, yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Terhadap 4 anak sudah dilakukan pemeriksaan, 7 anak belum ditemukan identitasnya,” tandasnya.
Para tersangka dijerat Pasal 82 Jo Pasal 76 E UU Perlindungan Anak dan/atau Pasal 29 Jo Pasal 4 Ayat (1); dan/atau Pasal 37 UU Pornografi; dan/atau Pasal 45 Ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik. S pun terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda Rp 6 miliar.
Korban Laki-Laki
Sebelumnya, pelecehan seksual dengan modus iming-iming top-up game online juga dilakukan oleh pria berinisial FM terhadap belasan anak laki-laki di bawah umur di Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Azis Andriansyah, mengatakan pelaku telah melakukan aksinya sejak Desember 2020. Total, ada 14 anak laki-laki berusia 7-11 tahun yang menjadi korban.
“Pelaku ajak game online anak-anak yang masih belajar daring, kemudian mulai diming-imingin untuk lampiaskan nafsu,” kata Azis dalam konferensi pers, Rabu (17/11). “Aksi pencabulan tak hanya terjadi satu kali, tapi hingga belasan kali. Bahkan pelaku juga mempertontonkan video tak senonoh kepada korban. Akibatnya, ada korban yang mengalami gangguan psikologis, tertarik sesama jenis.”
Kepada penyidik, pelaku yang berprofesi membuka kursus bahasa Inggris ini mengaku memiliki trauma masa lalu karena pernah menjadi korban.
Dengan makin maraknya kasus serupa, Kominfo melakukan evaluasi pada kebijakan yang terkait dengan industri game di Indonesia. “Penyesuaian tersebut tentu dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai macam aspek, termasuk perlindungan hak dasar baik para pengguna game ataupun penyelenggara game,” sebut Dedy.
Ia juga mengimbau pada orang tua untuk mendampingi anak-anaknya kala bermain game. “Kementerian Kominfo juga terus mengajak seluruh masyarakat, orangtua/wali, guru, dan pendamping untuk terus mendampingi putra/putrinya dalam menggunakan game,” kata Dedy.
Dedy juga mengingatkan penyelenggara sistem elektronik (PSE) atau dalam hal ini pengembang game, untuk serius dalam mengawasi platformnya dari penyalahgunaan. “Agar tidak disalahgunakan. Hal itu akan ditindaklanjuti sesuai peraturan perundang-undangan,” ujarnya.
